Lima tahun lalu
saat saya bekerja di daerah konflik di Papua, jarum jam seakan bergerak pelan,
sementara otak saya berputar cepat kapan ini akan segera berakhir.
Sebelum saya
memutuskan untuk bekerja di daerah pedalaman Papua, saya menyadari resiko yang
akan saya hadapi. TV nasional saat itu ramai memberitakan tentang penembakan
karyawan expatriat. Ibu saya sebenarnya tidak mengijinkan pada awalnya, tapi
saya memastikan saat ini aman, karena transportasi cuti karyawan level staff sudah
dgn helikopter bukan dgn bis.
Ternyata pada tahun kedua, terjadi mogok kerja dua kali, dan yg kedua cukup panjang sekitar 3 bulan. Di sinilah semua teror yang tidak pernah saya bayangkan terjadi. Memo berita penembakan, karyawan keamanan level manager yg dibunuh sadis di dalam mobil di jalan tambang Timika, baling-baling helikopter yang tertembak padahal penembaknya dari arah seberang jurang, suara letusan tembakan di dekat lokasi kantor dan memo lain yg membuat kami seperti zombi saat membacanya, muka lempeng tapi di dalam hati berdoa keras semoga Tuhan masih berbaik hati melindungi kami.
Ternyata pada tahun kedua, terjadi mogok kerja dua kali, dan yg kedua cukup panjang sekitar 3 bulan. Di sinilah semua teror yang tidak pernah saya bayangkan terjadi. Memo berita penembakan, karyawan keamanan level manager yg dibunuh sadis di dalam mobil di jalan tambang Timika, baling-baling helikopter yang tertembak padahal penembaknya dari arah seberang jurang, suara letusan tembakan di dekat lokasi kantor dan memo lain yg membuat kami seperti zombi saat membacanya, muka lempeng tapi di dalam hati berdoa keras semoga Tuhan masih berbaik hati melindungi kami.
Saat keadaan
makin tidak aman, ditetapkan jam malam, penambahan personil tentara, polisi dan
bahkan tenaga keamanan bule, pertanyaan kapan semua ini akan berakhir terus
memenuhi otak saya.
Ternyata
semuanya ada akhirnya. Tidak ada yg abadi di dunia ini, saat saya ambil cuti rotasi selama satu bulan,
saat keluar dari kawasan tambang, turun dari helikopter saya merasakan bisa
menarik udara kebebasan, bebas dari rasa takut. Tidak ada lagi tentara dan
polisi hilir mudik dengan senjata laras panjang entah AK 47 atau SS1. Tidak ada
lagi tank di dekat lokasi kerja dan kami tinggal.
Saat kembali
pulang dari cuti ke lokasi kerja, selesai mogok kerja, semuanya kembali normal,
seolah olah tidak pernah terjadi semua penembakan.
Nothing last forever. Dunia ini fana.
Sama seperti yg
terjadi di Paris, dan daerah konflik lainnya.
Pertanyaannya hanya berapa lama
itu akan berakhir. Kakak saya dan keluarganya pasti tidak akan pernah
membayangkan teror seburuk itu terjadi di kota Paris yang tenang.
Siapapun yang
mengerti spiritualisme dalam beragama menyadari, kita tidak
perlu bereaksi lebai dengan takdir Tuhan. Semua yg terjadi di alam dunia sudah
tertulis. Kita mungkin bingung kenapa Tuhan membiarkan orang-orang jahat dan
rakus membentuk ISIS, dan segala macam pertanyaan lainnya.
Tetapi begitulah aturan main di dunia, dunia yang ada akhirnya.
Tuhan memberikan kebebasan berpikir dan memilih, karena pada akhirnya, setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hari akhir.
Jika DIA mau, DIA bisa menjadikan kita satu agama, tetapi DIA
membiarkan manusia menggunakan hak kebebasan berpikir.
Jangan bingung, jangan meributkan hal-hal remeh tanpa bisa
meraih kebenaran dari peristiwa yang terjadi.
Lebih baik siap diatur dan tetap taat diatur Allah dgn segala
skenarioNya.
Cause nothing last forever in this earth.
*repost tulisan setahun yg lalu. Foto : koleksi 'Sarmus Photography' model Jojun
#souljourney #renungankalbu #sarimusdar
No comments:
Post a Comment